Mereka masih muda, penuh semangat,
cerdas dan sering melakukan perjalanan serta mereka ingin mengklaim
kembali takdir rumah pulaunya. Pada waktu yang relatif pendek—tidak lebih lama dibandingkan banyak dari mereka yang telah ada—Bali
telah berubah dari lokasi tujuan berlibur yang manis dan spiritual
menjadi hotspot pariwisata internasional yang tengglelam di bawah beban
berat dari pembangunan hotel-hotel besar, bar dan klub parau serta
sampah. Detritus dan sampah yang dihasilkan oleh jutaan wisatawan. Temui
sang peselancar, rocker, aktivis, dan putri yang mengatakan cukup
adalah cukup: Kembalikan Bali kami!
Ada perlawanan yang tumbuh—umumnya
diantara pemuda lokal Bali—terhadap pembangunan merajalela dan
pariwisata di pulau ini dengan segala cara karena itu mereka
memobilisasi.
Mereka marah terhadap dampak lingkungan
dan kultural dari jutaan pengunjung internasional, hotel-hotel yang
mencengangkan dan pembangunan komersial yang melahap pulau mereka, dan
mereka khawatir terhadap ‘kanker Kuta’ yang sedang menyebar, mereka
takut, dari jalan-jalan Bintang dari pantai-pantai tersibuk pulau ini
hingga Ubud, jantung spiritual di dataran tinggi Bali.
“Saya ingat ketika saya tinggal 200
meter dari pantai Kuta dan pada malam hari saya hanya bisa mendengar
deburan ombak dari kamar saya. Kini anda bisa mendengar orang yang
berkata ‘f*** off!’” kata Jering, seorang bintang music Rock di Bali.
Pada pengembaraan yang sangat pribadi
kembali ke lokasi selancar favoritnya, Koresponden Indonesia, Matt
Brown, bertemu dengan para pemimpin generasi baru yang bertekad untuk
menghentikan over-komersialisasi di Bali dan untuk meletakkan tutup pada
pembangunan.
Matt menyelancari perairan kini ternoda,
Uluwatu, dengan seorang peselancar lokal, Mega Semadhi yang waktunya
dalam perselancaran profesional global telah membuka matanya akan konsep
seperti kelestarian dan tanggung jawab lingkungan.
“Jika semua tempat seperti Kuta dengan
gedung-gedung yang menjulang tinggi dimana-mana, maka Bali tidak akan
seperti Bali lagi. Jika itu terjadi, rasanya seperti kita kehilangan
jiwa kita,” kata Mega, peselancar profesional Bali.
“Terlebih di kawasan ramah-keluarga,
Nusa Dua, juga berada dalam bayang-bayang pembangunan besar-besaran
hotel berbintang 5,” kata aktivis Walhi, Gendo, kepada Matt.
“Bahkan saat kita tahu Bali sedang dihancurkan, orang-orang Bali seperti lemming (Lemmus Lemmus).
Binatang yang, tahu secara sadar saat mereka berada di dekat lautan.
Mereka (akan) membunuh dirinya sendiri. Tapi mereka (Lemming) tetap
melakukannya.” Kata Gendo lagi.
Naik ke Ubud yang relatif damai dan tenang, Putri Arry Nova Dewi Putra, khawatir pembangunan akan melewati batas.
“Kami tidak ingin Ubud berubah menjadi Kuta,” ia memperingatkan.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Atas Kunjungannya, Kami berharap Saudara meninggalkan sedikit kata Untuk Kemajuan Blog ini. Ini semua Untuk Bali, mari bersama Menjaga dan melestarikan Bali yang senantiasa indah dan Damai.