Hari Raya Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka.
Tujuan dan Rangkaian perayaan
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang
Maha Esa, untuk menyucikan Buwana Alit (alam manusia) dan Buwana Agung
(alam semesta). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan bagian dari
rangkaian perayaan yang lebih besar. Berikut perinciannya.
Melasti, Tawur (Pecaruan) dan Pengrupukan
Melasti (Mekiis), yaitu menghanyutkan segala leteh (kotoran)
ke laut, serta menyucikan pretima. Upacara ini dilakukan di laut,
karena laut dianggap sebagai sumber amerta. Selambat-lambatnya pada
tilem sore, melasti harus selesai. Melasti biasanya dilakukan 3 hari
sebelum hari raya Nyepi. Namun pada daerah tertentu, Melasti dilakukan
setelah hari raya Nyepi.
Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada “panglong ping 14 sasih kesanga”,
umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di perempatan jalan dan
lingkungan rumah masing-masing, dengan mengambil salah satu dari
jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya
itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan
Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan
penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan
sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri
dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk
pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan
arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala
dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.
Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi
tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah
dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja
(biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan
untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan
lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan
dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta
Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya
sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.
Nyepi
Keesokan harinya, yaitu pada panglong ping 15 (atau tilem Kesanga),
tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini dilakukan puasa
Nyepi yang disebut “Catur Brata” Penyepian dan terdiri dari amati geni
(tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati
karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati
lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Brata ini dilakukan sejak
sebelum matahari terbit. Menurut umat Hindu, segala hal yang bersifat
peralihan, selalu didahului dengan perlambang gelap. Misalnya seorang
bayi yang akan beralih menjadi anak-anak (1 oton/6 bulan), lambang ini
diwujudkan dengan ‘matekep guwungan’ (ditutup sangkar ayam). Wanita yang
beralih dari masa kanak-kanak ke dewasa (Ngeraja Sewala), upacaranya
didahului dengan ngekep (dipingit). Demikianlah untuk masa baru,
ditempuh secara baru lahir, yaitu benar-benar dimulai dengan suatu
halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam caka/tahun
baru pun, dasar ini dipergunakan, sehingga ada masa amati geni.
Intisari dari perlambang-perlambang lahir itu (amati geni), menurut
lontar “Sundari Gama” adalah “memutihbersihkan hati sanubari”, yang
merupakan kewajiban bagi umat Hindu. Tiap orang berilmu (sang
wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga (
menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan), tapa (latihan ketahanan
menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya
adalah kesucian lahir batin). Semua itu menjadi keharusan bagi umat
Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan
kehidupan di tahun yang baru. Kebiasaan merayakan hari raya dengan
berfoya-foya, berjudi, mabuk-mabukan adalah sesuatu kebiasaan yang
keliru dan mesti diubah.
Ngembak Geni (Ngembak Api)
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak
Geni yang jatuh pada tanggal “ping pisan (1) sasih kedasa (X)”. Pada
hari inilah Tahun Baru Saka tersebut dimulai. Umat Hindu bersilaturahmi
dengan keluarga besar dan tetangga, saling maaf memaafkan (ksama) satu
sama lain. Dengan suasana baru, kehidupan baru akan dimulai dengan hati
putih bersih. Jadi kalau tahun masehi berakhir tiap tanggal 31 Desember
dan tahun barunya dimulai 1 Januari, maka tahun Çaka berakhir pada
“panglong ping limolas (15) sasih kedasa (X)”, dan tahun barunya dimulai
tanggal 1 sasih kedasa (X).
Sumber : http://id.wikipedia.org
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Atas Kunjungannya, Kami berharap Saudara meninggalkan sedikit kata Untuk Kemajuan Blog ini. Ini semua Untuk Bali, mari bersama Menjaga dan melestarikan Bali yang senantiasa indah dan Damai.