Menyimak “Dongeng” Ramayana dan Mahabharata
oleh : Darmayasa
“Masih terjadi kesimpangsiuran di
kalangan umat Hindu sendiri, akibat tidak adanya informasi yang benar
dan/ atau informasi keliru tentang Ramayana dan Mahabharata; apakah ia
sebuah kenyataan yang memang benar-benar terjadi, ataukah hanya dongeng
belaka. Kesimpangansiuran terjadi dikalangan non Hindu adalah kewajaran,
sepanjang ia bukan ‘serangan’. Jika hal itu terjadi di lingkungan umat
Hindu, tentu ia harus segera dikoreksi untuk menghindari ‘pengikisan’
sraddha (keimanan) umat terhadap kebenaran ajaran sucinya.”
Kita tidak menyinggung bagaimana
anak-anak sekolahan diajarkan tentang keberadaan Ramayana dan
Mahabharata. Sewaktu saya di PGAHN Denpasar dan IHD, saya mendapat
penjelasan “tidak pas” tentang Ramayana dan Mahabharata, yang sangat
bertentangan dengan apa yang saya baca dan dengar dari sumber lain yang
dapat dipercaya. Sejak itu saya masukkan “topik” itu ke dalam “file”
saya.
Sejak mendapat kesempatan sebagai Dharma
Duta PHDI pusat, dalam ceramah-ceramah di berbagai tempat saya
mempergunakan kesempatan itu untuk menjelaskan pada umat Hindu akan
keberadaan kitab suci Ramayana dan Mahabharata sebagaimana adanya.
Seperti telah saya sebutkan di depan dan saya merasa perlu
menggarisbawahinya lagi di sini bahwa pernah terjadi di satu tempat
seorang sekretaris PHDI menyela ceramah dan berdiri di depan mike
berkata,” Apa yang telah pernah saya sampaikan dulu, mohon dianggap
tidak ada….”, dan kami semua pada tertawa.
Dalam sebuah kitab Purana ada disebutkan
bahwa zaman Kali, salah satu kelemahan manusia adalah gampang
disesatkan. Begitu pula halnya dengan kejadian di atas, disusul oleh
keraguan Bapak Sekretaris tersebut karena ia mendapat penjelasan lain
lagi dari seseorang yang mesti ia percayai. Akhirnya saya berpendapat
sangat perlu menyebarkan informasi tentang hl ini lebih meluas lagi,
terutama didorong oleh pertanyaan peserta tatap muka Prof. Dr. Satyavrat
Shastri baru-baru ini di Denpasar. Saya yakin pertanyaan-pertanyaan dan
keraguan serupa masih menjamur di masyarakat. Saya harap, tulisan ini
tidak diterima sebagai “bom” sebaliknya mudah-mudahan ini dapat menjadi
paling tidak menjadi sebuah bahan perbandingan.
Di dalam kelompok kitab-kitab suci agama
Hindu ada satu kelompok yang dinamakan Itihasa. Termasuk di dalamnya
adalah Mahabharata dan Ramayana. Kadang-kadang, melihat penempatan
Itihasa di dalam pengelompokan kitab-kitab suci Hindu di bagian akhir,
orang-orang sering terkecoh mengartikan Itihasa sebagai kitab-kitab yang
tidak begitu penting, diabaikan dan hanya dikutip-kutip untuk
memperindah karya tulis atau ceramah. Beberapa kitab membantah peremehan
nilai kitab-kitab Itihasa, dan sebaliknya menempatkannya di tempat yang
amat menentukan khususnya dalm zaman Kali atau zaman penuh kekalutn
ini.
Sarasamuccaya menganjurkan hendaknya
orang mempergunakan Itihasa sebagai penunjang penting untuk mempelajari
dan menjelaskan Mantra-mantra Veda sebab Veda takut dengan orang yang
sedikit pengetahuannya (apan sang hyng Veda atakut ring akedik ajinya).
Agaknya Sarasamuccaya patuh mengikuti beberapa kitab suci seperti Vayu
Purana dan lain-lain.
Itihasa-puranabhyam
Vedam samupabrmhayet
Bibhetyalpasrutad vedo
Mamayam praharisyati
Kutipan sloka dari Vayu Purana di atas
menegaskan kepentingan Itihasa dalam usaha mempelajari dan menjelaskan
mantra-mantra Veda, yang sering mengandung arti ganda dan dalam, yang
memerlukan penjelasan dan contoh-contoh lebih jauh. Alpa-srutad berarti
dari orang-orang yang sedikit pengetahuan atau orang-orang yang tidak
mempelajari Itihasa . Bibheti berarti ketakutan. Veda ketakutan dengan
orang-orang yang tidak memanfaatkan Itihasa untuk menjelaskan Veda. Kata
Veda,”Orang itu akan memukulku…” (mamayam praharisyati).
Menurut Brahmanda Purana, orang-orang
demikian disebut naiva sasyad vicaksanah, bahwa orang-orang demikian
sama sekali tidak bijaksana adanya. Hanya orang-orang bijaksana yang
berhak menjelaskan ajaran suci Veda. Jika orang-orang yang tidak
bijaksana menjelaskan mantra-mantra suci Veda, maka penjelasannya akan
mengacaukan Veda itu sendiri, dan itulah “pukulan” keras pada Veda.
Tentu saja sebagai umat yang mengagungkan kitab-kitab suci Veda,
tidaklah dibenarkan mengadakan pengacauan pengertian-pengertian ajaran
suci Veda. Hal ini juga berakibat fatal pada umat Hindu pada umumnya;
kalau ia tidak mengantarkan orang pada “persimpangan jalan”, ia pasti
mengantarkan orang pada penolakan Veda/Hindu Dharma.
Dari pandangan kesusastraan Sanskerta,
Itihasa mendapat tempat yang sangat penting tidak hanya dalam
Purana-Purana tetapi juga dalam kitab-kitab Upanisad.
Sama dengan Veda, Itihasa pun dianggap
keluar dari nafas Tuhan Yang Mahaesa : Asya mahato bhutasya
nihsvasitametd yad rg-vedo yajur-vedah sama-vedo’thravangirasah itihasah
puranam (Brhadaranyaka).
Selain itu, Itihasa juga diterima sebagai
“Veda-nya Veda” : Sahovaca rg-vedam bhagavo’dhyemi yajur vedam
sama-vedamatharvanamcaturtham, itihasa-puranam pancamam vedanam vedam
(Chandogya Upanisad).
Makna yang terkandung di dalam kutipan
Chandogya Upanisad di atas adalah bahwa Itihasa bukan hanya dianggap
sebagai Pancama Veda atau Veda kelima saja melainkan ia juga adalah alat
untuk menunjukkan arti Veda yang sebenarnya. Hal yang sama juga
ditekankan oleh Bhagavata Purana : Itihasa-puranani pancamam
vedamisvarah’ sarvebhya eva vaktrebhyah sasrje sarva-darsanah.
Setelah melihat beberapa kutipan di atas
yang diharap dapat memberikan gambaran akan pentingnya Itihasa dalam
pelajaran Veda, sekarang kita hendak melihat apakah arti dari Itihasa
itu?
Kata Itihasa berasal dari kata
iti+ha+asa. Iti kurang lebih berarti demikianlah, sering dipergunakn
untuk menunjukkan Ramayana dan Mahabharata. Ha berarti pasti, dan asa
berarti yang benar-benar telah terjadi. Dalam hal ini maksudnya adalah
demikianlah peristiwa Ramayana dan Mahabharata memang benar-benar telah
terjadi.
Demikian mudah dan sederhananya cara
menerima dan mengartikan kata Itihasa. Dan tiu memang cara dalaml
sanskerta untuk mengetahui suatu kata atau istilah. Sebagai contoh,
mengapa seorang anak disebut dengan kata Putra? Pengertian kata ini
dijelaskan oleh kitab suci dan para pendeta yagn ahli Sanskerta sebagai :
pun nama narakat trayate iti putrah. Berarti seorang putra adalah ia
yang (karena kesucian dan keetinggian bhaktinya) dapat menyelamatkan
roh-roh leluhurnya dari neraka. Demikian pula mengapa seseorang disebut
sebagai suami? Ia berasal dari kata Sanskerta svami yang berarti
pengendali. Seorang suami harus menjadi pengendali dari istrinya.
Tetapi, sebelum itu ia harus menjadi pengendali dari hawa nafsu,
kemarahan, kegelapan/avidya dan mengendalikan diri dari segala sifat
adharma/ketidakbenaran. Setelah itu barulah ia berhak menjadi pengendali
dari si Istri. Demikian pula dengan kata Vyasa, Valmiki dan lain-lain.
Melihat pengertian kata Itihasa, orang
mestinya tidak ragu lagi menerima kitab Ramayana dan Mahabharata sebagai
sejarah yang memang benar telah terjadi, tidak mungkin para rsi kita
yang sangat terpelajar dan bebas dari ketidakjujuran menempatkan hal-hal
dongeng dalam bagian Itihasa (kata yang berarti sejarah). Sungguh tidak
masuk akal jika demikian halnya. Ia akan menunjukkan bahwa para rsi
seperti Vyasa, Valmiki, Kanva, Atri, dan lain-lain adalah dongeng
semata-mata. Hal tiu tentu saja akan menjadi sesuatu yang sangat
berbahaya khususnya untuk mereka yang memiliki sraddhayang lemah pada
ajaran-ajaran suci Vada.
Satu hal lagi yang mungkin menyebabkan
orang-orang meragukan kejadian Ramayana dan Mahabharata karena ia
(Ramayana dan Mahabharata) terbentuk atau tertulis dalam bentuk puisi
(sloka-sloka). Jika kita teliti dengan baik, akan dijumpai bahwa hampir
semua kitab-kitab suci agama Hindu tertulis dalam bentuk puisi (bukan
puisi permainan kata-kata biasa tetapi ia adalah sebuah hasil seni yang
sangat halus dan tinggi, yang mudah-mudahan saya mendapat kesempatan
untuk membahasnya secara terpisah nanti). Dan kalau kita jujur, sebagian
besar kitab-kitab suci lain juga terbentuk dalam bentuk puisi. Jadi,
alsan ini tidak tepat untuk menyebutkan kitab-kitab Itihasa sebagai
story dan bukan history, atau ia hanya dongeng yang berisikan
ajaran-ajaran moral dan agama.
Kitab Ramayana dan Mahabharata selain
telah sangat terkenl di seluruh dunia, juga telah berhasil “mencuri”
hati para penduduk asli dimana ia tersebar sehingga mereka menganggap
kejadian Ramayana dan Mahabharata terIadinya adlah di daerah mereka
sendiri dan bukan sesuatu yang datang dari luar. Di Thailand misalnya,
mereka menganggap kejadian Ramayana adalah di Thailan sendiri dan bukan
sesuatu yang datang dari India, sampai-sampai mereka membuat Ayodhyalain
di sana (mereka menyebut AyuIhaya).
Di indonesia kita, keterkenalan Ramayana
dan Mahabharata telah begitu mendalam, khususnya di Jawa dan Bali.
Sewaktu saya memberi ceramah di University Indonesia, selesai ceramah
seorang dosen menyalami saya sambil berkata, “Anda berbicara tentang
peradaban kami…”. Topik ceramah saya waktu itu adalah Ramayana dan
Mahabharata.
Keterkenalan Ramayana khususnya sngat
mengagumkan. Bahkan ia telah menjadi kecintaan di negara-negara komunis
seperti Rusia dan Cina. Profesor Varavniko sangat terkenal di Rusia
karena karya dan kecintaanya akan Ramayana. Profesor dari Cina yang yang
bersama saya diwwancarai oleh Televisi India telah menerjemahkan
Ramayana ke dalam bahasa Cina. Beliau menjualnya sebanyak 5000 (lima
ribu) ekselembar hanya dalam dua bulan saja.
Di India sendiri, selain Valmiki Ramayana
dijumpai kurang lebih tiga ratusan versi Ramayana dengan pengarang
berbeda, mengambil sumber Vlmiki Ramayana atau yang bersumber darinya.
Di luar India pun terdapat banyak versi Ramayana. Jika bukan kejadian
nyata, Ramayana dan Mahabharata tak akan menglami keterkenalan yang
begitu meluas dan dalam waktu yang amat panjang. Kedua Mahakavya in
adalah sejarah suci. Bahkan disebutkan, Tuhan dan paraDewa-lah yang
turun kedunia dengan tujuan menghancurkan kejahatan dan mendirikan
prinsip-prinsip Dharma yang murni lagi. Di beberapa tempat malah
disebutkan siapa yang menjadi siapa di dalam sejarah suci itu. Inilah
yang menyebabkan kedua Mahakavya in menjadi terkenal, diminati dan
dimiliki oleh seluruh dunia sepanjang zaman. Maharsi Valmiki akhirnya
merasa perlu menekankan keabadian Arsa-kavya (yang ditulis oleh orang
suci) ini :
Yavat sthasyanti girayah
saritas ca mahitale
tavat Ramayana katha
lokesu pracalisyati
“Selama gunung-gunung masih tegak
berdiri, selama sugai-sungia masih tetap menglir di atas permukaan bumi
ini, selama itu Ramayana akan tetap ada di muka bumi ini.”
Selain sebutan Itihasa, Ramayana dan
Mahabharata juga disebut sebagai Akhyayika dan Mahakavya, Akhyayika
dalam kamus sanskertaterkenal Amarakosa oleh Amara Singha disebutkan
sebagai cerita yang benar telah terjadi(akhyayiopalabdhartha). Sedangkan
disebut Mahakavya adalah karena ia harus mengambil sumber cerita
sejarah, atau mengambil sumber cerita satu tokoh amat terkenal di
msyarakat.
Acarya Dandi dalam Kavyadarsa-nya menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Mahakavya, yaitu :
sarga-bandho mahakavyam
ucyate tasya laksanam
asir-namaskriya vastur-
nirdeso vapi tan-mukham
itihasa-kathodbhutam
itarad va sadasrayam
catur-varga-phalopetam
caturodatta-nayakam
“Yang dinamakan Mahakavya adlah karangan
yang terbentuk dalam Sarga/bait-bait yagn terikat oleh berbagai
aturan-aturan.Ciri-ciri Mahakavya adalah : Asirvacana atau kata-kata
berberkah, sembah sujud kepada Tuhan, Dewa, Guru dan lain-lain, atau
dimulai dengan ulasan singkat tentang keseluruhan isi
karangan/perkenalan para pelaku uatama. Mahakavya harus berlindugn pada
cerita sejarah, atau tokoh amat terkenal, dan Mahakavya harus pula
menjelaskan tentang Catur Varga (Dharma, Artha, Kama dan Moksa) dan
pahalanya, pelaku utama harus mempunyai sifat-sifat yang agung, dan
lain-lain.”
Jadi, sebuah karya Mahakavya harus
bernilai sejarah nyata (itihasa-kathodbhutam). Hal inilah yang
menyebabkan Mahakavya mendapat perhitungan perhitungan penting dalam
penyusunan sejarah.
Itihasa dan Purana biasanya selalu
disebutkan secara bergandengan. Keduanya mengandung pengertian sejarah.
Purana menjelaskan sejarah para dewadan sejarah kuno dan lebih
menekankan pada nilai keagamaan/kerohanian. Sedangkan Itihasa lebih
menekankan nilai sejarah. Penulis kedua karya raksasa itu sama-sama
hidup dalam zaman kejadian, dan keduanya sering muncul di sela-sela
karyanya. Beliau berdua, Maharsi Valmiki dan Vyasa sama-sama melihat dan
mengalami kejadiannya. Itulah yagn beliua abadikan dalam bentuk
sloka-sloka suci. Apakah ada alasan lebih kuat daripada alasan ini untuk
membuktikan nilai sejarah dari Ramayana dan Mahabharata? Sebagai
contoh, kita lihat Maharsi Valmiki dalam Ramayana sebagaimana terdapat
di dalm Ramayana itu sendiri.
Pertama kali Ramayana ditulis oleh
Maharsi Valmiki, dalam bahsa Sanskerta. Bgaimana Maharsi Valmiki sampai
tertarik menulis Ramayana disebutknan dalam bagian awal-awalnya (Bala
Kanda)
Pada suatu ketika, Maharsi Valmiki sedang bertapa di pertapaannya datanglah Rsi Narada. Valmiki bertanya pada Rsi Narada:
ko nvasmin sampratam loke
gunavan kasca viryavan
dharmajnasca krtajnasca
satyavakyo drdhavratah
“Wahai Maharsi Narada, sekarang di dunia
ini, siapakah orang yang memiliki segala sifat-sifat yang baik, sangat
perkasa, mengetahui segala dharma, penolong setiap makhluk, selau
berkata-kata jujur dan mantap dalam pelaksanaan sumpah-sumpah suci?”
Maharsi Valmiki menanyakan keberadaan
seseorng pada waktu itu, yang hidup pada waktu itu, yagn hidup pada
waktu itu, yang hidup pada masanya Maharsi Valmiki hidup (ko nvasmin
sampratam loke). Selain sifat-sifat agung yang ditanyakan dalam sloka di
atas, pertanyaan tersebut masih disambung oleh daftar sifat-sifat mulia
lainnya lagi. Terhadap pertanyaan tersebut Rsi Narada menjawab:
iksvakuvansa-prabhavo
ramo nama janaih srutah
niyatatma mahaviryo
dyutiman dhrtiman vasi
Maharsi Narada mengatakan bahwa setelah
mempertimbangkannya matang-matang, yang memiliki sifat-sifat agung yang
jarang dimiliki oleh manusia tersebut tidak lain adalah beliau yang
lahir di keluarga Iksvaku (iksvakuvansa-prabhavah), dikenal oleh rakyat
dengan sebutan Rama (ramo nama janaih srutah). Selanjutnya Rsi Narada
menyebutkan puluhan sifat-sifat agung yang dimiliki oleh Sri Rama,
termasuk riwayat hidup Sri Rama. Jumlah sifat-sifat agung dan riwayat
Sri Rama sebagai yang disampaikan oleh Rsi Narada kepada Maharsi Valmiki
tersebut dapat dilihat dalam Valmiki Ramayana bagian Bala Kanda.
Tidak lama setelah Rsi Narada
meninggalkan pertapaan Maharsi Valmiki bersama muridnya Rsi Bharadvaja
pergi menyucikan diri di sungai suci Tamasya. Beliau menikmati
pemandangan dan air sungai yang menawan hati. Keindahan suasana itu
diperindah lagi oleh pasangan burung Kraunca yang sedang berkasih-kasih.
Sedangkan asyiknya menikmati pemandangan tersebut, tiba-tiba burung
Kraunca jantan jatuh menggelepar-gelepar ke bawah oleh panah tajam
seorang pemburu. Burung Kraunca betina menjerit-jerit karena berpisah
dengan jantannya. Melihat pemandangan amat menyedihkan itu Maharsi
Valmiki menjadi sedih, dan tanpa sadar dari bibir beliau keluar
kata-kata kutukan:
ma nisada pratistham tvam
agamah sasvatih samah
yat kraunca mithunad ekam
avadhih kama-mohitam
“Wahai Pemburu! Semoga kau tidak akan
pernah merasakan ketenangan dan kedamaian hidup untuk selamanya karena
kaku telah membunuh burung Kraunca yang tidak bersalah dan sedang dalam
keadaan berkasih-kasihan.”
Begitu keluar kata-kata kutukan tersebut
beliau menjadi sadar, “Wah…, apa yang telah terjadi? Mengapa aku telah
mengutuk pemburu itu tanpa sadar?”
Kembali Maharsi Valmiki menjadi sedih
oleh kutukan yang keluar tanpa disadari. Pemandangan dan kesedihan
tersebut terus berbekas sampai di pertapaan. Waktu itulah muncul Dewa
Brahma mengatakan bahwa beliaulah yang menyebabkan Dewi Sarasvati masuk
ke dlam bibir Rsi Valmiki untuk mengeluarkan Chanda baru, Chanda yang
bahkan mengherankan Rsi Valmiki sendiri sebagai pengucapnya. Sekaligus
memerintahkan Rsi Valmiki untuk menulis riwayat Sri Rama lewat Chanda
baru tersebut. Beliau menjamin Rsi Valmiki, semua riwayat Sri Rama akan
diketahui oleh Rsi Valmiki dengan sendirinya, baik yang nampak maupun
tidak nampak dan bersifat pribadi (rahasyam ca prakasam ca yad vrttam
tasya dhimatah). Sebagaimana Maharsi Vyasa menganugerahkan pandangan
batin kepada Sanjaya sehingga Sanjaya dapat menceritakan kejadian perang
dahsyat di Kuruksetra kepada raja Dhrstarastra, begitu pula Dewa Brahma
menganugerahkan pandangan rohani kepada Rsi Valmiki sehingga dapat
melihat dengan jelas riwayat Sri Rama sepenuhnya. Selain itu, Rsi
Valmiki juga hadir dalam beberpa kejadian Ramayana. Hal ini lebih
memperkuat lagi bukti bahwa Ramayana bukanlah kejadian bikinan, khayalan
atau dongeng belaka.
Pada akhirnya Dewa Brahma memberikan
keyakinan lagi kepada Maharsi Valmiki bahwa apapun yang nantinya akan
ditulis oleh Maharsi dalam karyanya riwayat Sri Rama (Ramayana) sama
sekali tidak akan pernah bohong (na te vaganrta kavye ka idatra
bhavisyati).
Memang, oleh karena penyampaian oleh
Maharsi Valmiki tidaklah lewat penyampaian sejarah seperti sekarang ini,
sering orang meragukan nilai sejarah Ramayana. Zaman/sejarah Rsi
Valmiki bukanlah sejarah seribu atau dua ribu tahun yang lalu, melainkan
ratusan juta tahun yagn silam (dalam zaman Treta). Apakah sejarah silam
itu dapat dibaca dan dimengerti oleh orang-orang zaman sekarang ini?
Kecuali oragn berusaha/bersedia menempatkan kesadarannya ke zaman itu,
kecuali orang bersedia “membawa dirinya” ke zaman Ramayana itu
barulahada kemungkinan orang mampu mengerti sejarah purba itu.
Sejarah Maharsi Valmiki adalah sejarah
rohani, yang bertujuan menyampaikan dharma, artha, Kama dan Moksa kepada
umat manusia. Sejarah yang ingin membentuk umat manusia yang tenang
sejahtera secara duniawi, dan berbahagia secara rohani, pada akhirnya
dapat mencapai pembebasan (moksa), bebas dari perputaran sengsara.
Sehingga secara sastra Veda, sejarah didefinisikan sebagai pembawaan
“pesan” rohani atau Dharma (kebenaran, kewajiban-kewajiban suci), Artha
(harta benda), Kama (keinginan-keinginan di jalan dharma) dan Moksa
(pemebsan dari kesengsaraan):
dharmartha-kama-moksanam
upadesa-samanvitam
purva-vrttam katha-yuktam
itihasam pracaksate
(Visnu Dharma.1.15.1)
Sahitya Darpana yang telah terkutip di
depan juga menjelaskan persyaratan yang dama terhadap Itihasa (sejarah),
bahwa ia harus menjdi medium untuk menyampaikan dharma, artha, Kama dan
Moksa kepada umat manusia.
Akhirnya jika ada yang bertanya masalah
tempat-tempat peninggalan sejarah purba tersebut, masih ada sekarang ini
ataukah tidak, jawabannya adalah sebagai berikut:
Sebagian besar tempat-tempat peninggalan
sejarah purba tersebut msih ada dan dapat kita lihat di India; Ayodhya,
Naimisaranya, Hastinapura, Indraprastha, Badarikasrama (tempat pertapaan
Maharsi Vyasa), tempat muncul Sri Krsna (Sri Krisna Janmasthan) di
Mathura, tempat bermain-main Krsnawaktu kecil di Vrindavan, bekas medan
perang Kuruksetra, tempat Bhagavad-gita diwejangkan, Sitamadhi (tempat
Dewi Sita ditemukan dari dalam tanah), gunung Citrakuta, Pancavati,
Pampa Sarovara, Ramesvaram (tempat Sri Rama membuat setubandha atau
jembatan untuk menyeberang ke Lengka), dan lain-lain. Karena satu dan
lain alasan bekas-bekas peninggalan tidak dapat dijumpai. Berita
terakhir memperlihatkan gambar yang sangat jelas dasar lautan antara
Rameshwaram dengan Srilangka menunjukkan bekas-bekas penyeberangan
menyerupai jembatan. Gambar tersebut diambil dengan kamera “khusus”
NASA, dan kiranya patut menjadi pertimbangan bagi kita dalam usaha
menafsirkan jembatan “Setubandha” zaman Ramayana.
Istana kerajan Majapahit yang baru
“kemarin” saja kita tidak jumpai lagi, apalagi peninggalan sejrah yang
telah ratusan juta tahun. Tidak terjumpai sisa-sisa kerajaan Majapahit
secara jelas tidak berarti kerajaan Majapahit itu tidak pernah ada.
Tetapi, belakangan diadakan penggalian terhadap bekas kerajaan Sri
Krsna, Dvarika/Dwarawati yang telah tenggelam dilaut. Ternyata dijumpai
bekas-bekas peninggalan istana Dwarawati tersebut, dan para ahli
memperkirakan usianya sekitar tiga ribu lima ratus sampai lima ribu
tahun lalu. Di temple atau tempat sembahyang Dvarika, di sebuah pilarnya
dapat dijumpai daftar sampai seratus keturunan Sri Krsna.
Saya minta maaf, tidak menceritakan
secara detail dan banyak tentang tempat-tempat suci bersejarah tersebut.
Akhirnya saya ingin mengajak semuanya untuk kembali kepada pengertian
Itihasa itu sendiri. Itihasa berarti sejarah dan Ramayana-Mahabharata
termasuk dalam kelompok Itihasa. Berarti, Ramayana-Mahabharata dalah
sejarah, sejarah suci, dan ia adalah kitab suci. Maharsi Vyasa, Valmiki,
Vasistha, Kanva dan lain-lain memang pernah ada. Hanya karena kesaktin
beliau-beliau yang luar biasa dan kegiatan beliau-beliau yang tidak
dan/atau sulit diterima oleh akal kita yang serba terbatas zaman ini,
bukanlah alasan untuk mengatkan beliau hanyalah dogeng belaka.
Semoga semua mendapat penerangan suci.
Mangalam Astu.
Source : Darmayasa-divine-love.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Atas Kunjungannya, Kami berharap Saudara meninggalkan sedikit kata Untuk Kemajuan Blog ini. Ini semua Untuk Bali, mari bersama Menjaga dan melestarikan Bali yang senantiasa indah dan Damai.