Kamis, 06 September 2012

Pendakian Spiritual menuju Pura Luhur Lempuyang

Jalan menuju Pura Sad Kahyangan Lempuyang menanjak dan berkelok-kelok.
Sampai di tempat parkir pura, hawa yang begitu sejuk menyambut seolah melepas penatnya perjalanan. Petualangan menuju pura baru saja akan dimulai. Sementara sibuk menyiapkan peralatan sembahyang, saya tidak lupa menyiapkan sebotol air mineral. Perjalanan pasti akan sangat melelahkan. Namun, satu hal yang mesti diiingat, “katanya” ketika  dalam pendakian menuju pura tak boleh bilang capek.
Logis saja. Ketika berpikir perjalanan melelahkan, masih jauh atau takkan sampai-sampai, maka para penangkil (umat yang akan bersembahyang di pura) akan menjadi semakin lelah dan kurang bersemangat.
Menapaki jalan aspal menanjak yang agak kasar, langkah-langkah kaki terasa berat. Ojek-ojek pun berkerumunan memburu para penangkil yang mungkin merasa kelelahan ataupun malas untuk jalan kaki.
Tiba di pura pertama yaitu Pura Penataran. Tangga-tangga menjulang tinggi menyambut kehadiran para penangkil. Namun, ketika sampai di Nista Mandala pura, woooww pemandangan begitu menakjubkan menunjukkan keelokannya. Diterangi sinar Sang Surya yang cerah, terlihat wilayah hutan Karangasem yang menghijau.
Bagian paling penting di sana bukan hutan itu tetapi gundukan tanah menjulang tinggi dibalut pepohonan hijau. Yaaa, itulah gunung tertinggi di Bali, Gunung Agung. Siapa pun yang memperoleh kesempatan menyaksikan pemandangan menakjubkan akan membuatnya berhenti sejenak, merasa kecil, bangga, syukur yang teramat sangat. Seolah bercengkerama dengan awan-awan yang mengelilinginya, Gunung Agung benar-benar menunjukkan keagungannya ketika itu.
Memudar
Semakin rendah di hadapan alam yang begitu besar, keangkuhan akan nikmat dan semaraknya duniawi serasa semakin memudar sembari menuntun menuju pemujaan kepada Hyang Widhi di Pura Penataran. Arsitektur yang megah, sebuah candi bentar dibalut batu putih seolah-olah memisahkan keduniawian para umat menuju Madya Mandala.
Bale memanjang di sisi kanan candi bentar dan sebuah bale yang lebih kecil di sisi kiri mempersilakan para penangkil yang merasa kelelahan untuk beristirahat  sejenak. Terlihat tiga buah kori putih menjulang tinggi dan beberapa ekor naga menjulur ke arah Madya Mandala.
Patung-patung denawa pun menyemarakkan megahnya gaya arsitektur di sini. Di pojok kiri berdiri sebuah bale kul-kul yang juga berwarna putih.
Menuju ke Utama Mandala tangga-tangga curam harus dilewati. Ketika menoleh ke belakang. Kemegahan Gunung Agung seolah mendorong dan menyemangati dari belakang. Dan sekali lagi siapa pun yang kembali menoleh ke arah barat akan berkata, “Waaaahhh, terlalu menakjubkan.”
Beberapa pelinggih berjejer di sebelah timur dan lebih sedikit di bagian utara. Beberapa berbentuk padmasana seperti pada umumnya. Seorang pemangku melakukan pemujaan, pemandangan yang sangat biasa kita saksikan di pura-pura.
Tetapi kali ini, persembahyangan dilakukan beberapa ratus meter di atas permukaan laut, kesempatan yang sangat jarang. Tenang, hening dan khusyuk.
Ketika selesai melakukan persembahyangn, wangsuhpada yang dingin sedikit akan mengejutkan badan. Menuju ke pura selanjutnya yaitu pura Telaga Mas, jalan aspal yang menanjak kembali mengiringi perjalanan.
Keriuhan
Warung-warung berjejeran di sepanjang jalan menuju tempat persembahyangan. Lebih enak jika santai sejenak, menikmati air mineral seraya menikmati keindahan alam alami. Menghela napas panjang sebelum menghaturkan bakti.
Jika beruntung dapat dijumpai beberapa monyet liar bergelantungan di dahan pohon. Mereka akan membuat keriuhan kecil. Lucu dan agak menakutkan, tapi cukup menghibur, dalam helaan napas tak teratur.
Suasana hening sejenak ketika semua terkonsentrasi pada satu, Hyang Widhi, diiringi gema suara genta, dan puja-puja mantra. Air suci pun dipercikan ketika persembahyangan telah usai. Ini baru seperlima dari perjalanan, dan jalanan becek denagn medan yang lebih berat masih tersedia di depan.
Selanjutnya saya melakukan persembahyangan di dua buah pura yang tak terlalu luas. Saya lupa nama puranya karena tak ada tulisan atau papan nama di depan pura. Itu tentu tak menjadi masalah, yang jelas sujud bakti yang ikhlas kepada-Nya.
Dalam perjalanan selanjutnya menuju pura Pasar Agung, tangga-tangga yang berjejer rapi membentuk irama menunggu untuk dilewati. Untungnya, ada pegangan besi yang membantu. Selalu ada warung ataupun pedagang asongan yang duduk-duduk di samping penangkil seolah menanti para penangkil haus atau bahkan lapar, di tengah perjalanan ini.
Satu buah pelinggih berbentuk padmasana berwarna putih terdapat di sini. Walaupun tak ada pemisah atau pagar yang memisahkan pura ini dengan jalan menuju Pura Luhur suasana persembahyangn tetap berlangsung dengan khusuk. Air wangsuhpada pun terasa semakin dingin saja.
Kini jalan menuju Pura Luhur kondisinya berbeda dengan jalan-jalan yang dilewati tadi. Lebih nyaman untuk berjalan karena ada batu-batu tipis yang tertata rapi sehingga perjalanan terasa lebih ringan. Namun, tak tertinggal tangga-tangga menanjak yang membuat kaki makin terasa pegal.
Sebuah tugu kecil bertuliskan Pura Sad Kahyangan Lempuyang Luhur menyambut. Ini merupakan pura terakhir dan pura yang paling utama. Tak terlalu luas memang, tapi suasana yang dihadirkan di puncak ini pun semakin terasa begitu tenang.
Menghadap ke Barat tepat di depan Candi Bentar, ujung Gunung Agung yang menjulang tinggi terlihat semakin memesona. Persembahyangan dimulai, angin puncak yang mendesir menyapa saraf-saraf yang semakin letih, tak dapat disangkal lagi inilah hawa sejuk istana Hyang Gni Jaya.
Terdapat dua buah pelinggih menghadap ke barat. Bentuknya hampir sama dengan pelinggih yang terdapat di Pura Pasar Agung, dan di Timur Laut terdapat Padmasana yang lebih tinggi. Uniknya di utama mandala pura ini tumbuh bambu yang di dalamnya terdapat air yang dipergunakan sebgai wangsuhpada. Adapun beberapa masyarakat yang nunas air suci ini untuk dibawa pulang.
Sungguh pendakian menakjubkan. Perjalanan begitu panjang dan melelahkan terhapus sudah oleh keindahan alam yang sulit akan ditemui di mana pun. Hal terpenting pencarian akan makna diri dan pendakian spiritual yang mewujudkan bakti umat ke hadapan yang satu Ida Sang Hyang Widhi Wasa

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Atas Kunjungannya, Kami berharap Saudara meninggalkan sedikit kata Untuk Kemajuan Blog ini. Ini semua Untuk Bali, mari bersama Menjaga dan melestarikan Bali yang senantiasa indah dan Damai.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

INFO PENTING

Kami sampaikan kepada semua pengunjung TNBA Blog, bahwa Kami disini bukanlah Pencipta Artikel ataupun Uploder, kami hanyalah Finder Artikel dan Juga Link - link terkait yang kami Posting. Admin adalah BLOGER Baru yang berasal dari PULAU DEWATA dengan Tujuan mulia untuk membantu Masyarakat untuk menemukan Artikel-artikel yang diinginkan dengan Mudah tanpa mengambil keuntungan dari semua Postingannya.

Salah satu Sumber kami :
1. www.parisada.org
2. singaraja.wordpress.com
3. piswayang.blogspot.com
4. www.stitidharma.org

Trima kasih atas perhatiannya

Admin

Bisnis Online

BALI

=====BALI=====

Bali adalah Pulau yang sering disebut dengan Pulau Seribu Pura, ini semua karena memang di Pulau ini memiliki banyak sekali Bangunan Pura Yang Megah di Setiap Lokasi di Setiap Desanya. Hal ini tidak terlepas dari Mayoritas penduduknya menganut Agama Hindu,,Hhhhmmmmmm kalau saya Bahas Bali disini akan sangat panjang, Kalau Agan2 Mau tau Bali seperti apa,,.??? Baca Postingan dari "TIANG NAK BALI AGA", temukan Informasi tentang Bali disini.

Suksma

Kategori

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.
 

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Kunjungan

Followers

 

Visitors

free counters

Templates by Nano Yulianto | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger