Omed-omedan atau juga disebut Med-medan rutin digelar setiap tahun,
sehari setelah hari raya Nyepi atau yang disebut sebagai hari Ngembak
Geni. Konon, acara ini sudah diwariskan sejak tahun 1900-an dan hanya
bisa ditemukan di Banjar Sesetan.
1. Siapa saja pesertanya
Pesertanya puluhan anggota Sekaha Teruna-teruni (perkumpulan pemuda
pemudi) Satya Dharma Kerthi Banjar Kaja Sesetan. Tidak ada persyaratan
tertentu untuk menjadi peserta acara itu. Siapa pun boleh ikut, asal
merupakan anggota Sekaha Teruna-teruni di Banjar Kaja. Kecuali cuma
satu: remaja putri yang sedang datang bulan tak boleh ikut serta, untuk
menjaga kesucian acara.
2. Proses Acara
Acara diawali dengan persembahyangan bersama, dan dilanjutkan
pementasan tarian barong bangkal (barong berkepala babi) sampai
penarinya kesurupantanda bahwa acara ini mendapat izin dari Ida Bathara
yang berstana (bersemayam) di Pura Banjar.
Selanjutnya, salah satu dari kedua kelompok pemuda dan pemudi
kemudian diarak bergiliran untuk saling berpelukan dan berciuman. Dalam
tradisi ini kedua peserta yang diarak ini tidak boleh memilik pasangan
yang diciumnya. Aksi berpelukan dan berciuman ini akan dipisahkan
setelah para peserta mendapat guyuran air dari panitia.
Setelah itu, Sekaha Teruna-teruni dibagi dalam dua kelompok. Sekaha
Teruna (laki-laki) berdiri di satu sisi, dan anggota Sekaha Teruni
(perempuan) berada di sisi lain. Setiap kelompok terdiri dari sekitar 30
remaja. Keduanya terpisah jarak sekitar 100 meter.
Aba-aba diberikan. Sejumlah petugas adat yang ditunjuk untuk mengatur
acara meniup sempritan. Segera kemudian kedua kelompok saling berlari
ke arah lawannya. Masing-masing mendorong seorang remaja yang diberi
kesempatan pertama untuk saling berciuman, untuk kemudian ditarik
secepat mungkin.
Namun, diam-diam ternyata mereka bisa meminta agar lawan yang akan
dicium adalah si dia yang lagi dilirik. Jadi, baru kalau pesanan itu
terpenuhi, adegan ciuman akan benar-benar berlangsung. Bila tidak,
biasanya salah satu akan berusaha menghindar, meski terus dipaksa oleh
kelompoknya.
3.Awal Tradisi Omed-omedan
Awalnya Raja Puri Oka marah besar melihat rakyatnya menggelar omed
omedan (saling cium). Tak disangka Raja yang sakit justru sembuh setelah
melihat upacara tersebut. Kini tradisi itu dijadikan ajang mencari
jodoh.
Kepala Adat Banjar, Wayan Sunarya menceritakan, tradisi omed omedan
itu merupakan tradisi leluhur yang sudah dilakukan sejak zaman
penjajahan Belanda. Awalnya ritual ciuman massal itu dilakukan di Puri
Oka.
Puri Oka merupakan sebuah kerajaan kecil pada zaman penjajahan
Belanda. Ceritanya, pada suatu saat konon raja Puri Oka mengalami sakit
keras. Sang raja sudah mencoba berobat ke berbagai tabib tapi tak
kunjung sembuh.
Pada Hari Raya Nyepi, masyarakat Puri Oka menggelar permainan omed
omedan. Saking antusiasnya, suasana jadi gaduh akibat acara saling
rangkul para muda mudi. Raja yang saat itu sedang sakit pun marah besar.
Dengan berjalan terhuyung-huyung raja keluar dan melihat warganya
yang sedang rangkul-rangkulan. Anehnya melihat adegan yang panas itu,
tiba-tiba raja tak lagi merasakan sakitnya. Ajaibnya setelah itu raja
kembali sehat seperti sediakala. Raja lalu mengeluarkan titah agar omed
omedan harus dilaksanakan tiap hari raya nyepi.
Warga setempat meyakini, bila acara ini tak diselenggarakan, dalam
satu tahun mendatang berkah Sang Dewata sulit diharapkan dan berbagai
peristiwa buruk akan datang menimpa. Pernah pada 1970-an ditiadakan,
tiba-tiba di pelataran Pura terjadi perkelahian dua ekor babi. Mereka
terluka dan berdarah-darah, lalu menghilang begitu saja. Peristiwa itu
dianggap sebagai pertanda buruk bagi semua warga Banjar.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Atas Kunjungannya, Kami berharap Saudara meninggalkan sedikit kata Untuk Kemajuan Blog ini. Ini semua Untuk Bali, mari bersama Menjaga dan melestarikan Bali yang senantiasa indah dan Damai.